Minggu, 07 Desember 2014

Memacu Andrenalin Berjalan di Canopy Bridge Bukit Bangkirai, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur

Bukit Bangkirai Canopy Bridge. Foto kredit - Carl Fakaruddin 2014
Menuju Bukit Bangkirai

Perjalanan yang tidak mudah untuk mencapai tempat ini dari kota Balikpapan. Ya, tapi jika anda ingin merasakan pengalaman yang berbeda berjalan 30 meter diatas permukaan tanah maka tempat ini wajib untuk dikunjungi. Sarana transportasi publikpun tidak ada yang menuju tempat ini. Separo perjalanan kualitas jalan cukup bagus sampai Samboja karena merupakan jalan utama Balikpapan-Samarinda. Hujan dan gerimis pagi itu tidak menghalangi niat saya untuk mencapai Bangkirai. Jalanan berlubang dengan diameter lebih dari dua-tiga meter merupakan hal yang sudah biasa jika kamu pernah menyusuri wilayah-wilayah di Kalimantan Timur. 
Perjalanan ini mengngatkanku ke memori 6 tahun silam. Perjalanan ini bukanlah pertama kali saya ke Bukit Bangkirai, sehingga saya sudah cukup hafal dengan arah menuju sini. Namun, cerita kali ini berbeda. Enam tahun lalu saya mengendarai mobil sendiri dari Sangatta, Kutai Timur dan sampai di Bangkirai sekitar pukul 5 sore dan tentunya capony bridgenya sudah tutup. Kali ini saya menyewa mobil dan sopir dari Balikpapan dan meninggalkan hotel di pagi hari dan meyempatkan diri untuk singgah di konservasi Beruang Madu di km 23. 
Jalan menuju lokasi tambang barubara
Selama perjalanan saya disuguhi dengan pemandangan hutan dan sebagian kebun sawit. Mataharipun terselimuti awan yang berwarna abu-abu. Wipper kaca mobil terus mengayun ditengah cukup derasnya hujan pagi itu. Beberapa kilometer sebelum mencapai mencapai lokasi ada hal baru yang saya temui, yaitu sebuah jalan tanah dan kerikil yang dilewati truk-truk besar pengangkut batubara. Sangat disayangkan adanya lokasi batubara yang tidak saya temui 6 tahun lalu melewati kawasan hutan lindung Bukit Suharto.

Treking

Setelah perjalanan yang cukup melelahkan sampailah saya di kawasan wisata Bukit Bangkirai. Senang rasanya hujan dan gerismis sudah berhenti. Setelah membayar tiket masuk kawasan dan tiket untuk naik ke canopy bridge saya kemudian melakukan treking beberapa ratus meter untuk mencapai canopy brige ini. Trek treking diberi nama mantan menteri kehutanan. Memakai sepatu treking yang nyaman sangat saya sarankan. Jalur treking sudah tertata dengan baik dan tidak akan melewati tanjakan yang cukup berarti atau berlumpur.
Penunjuk arah ke Canopy Bridge. Foto kredit - Carl Fakaruddin 2014
Pintu mask trek menuju canopy bride. Foto kredit - Carl Fakaruddin 2014

Saya merasakan berada didalam hutan hujan tropis. Berjalan menyusuri semak-semak dan diantara pepohonan yang menjulang tinggi lebih dari 50 meter dengan diamater lebih dari 30 - 100 cm ini sungguh pengalaman yang luar biasa. Sesekali saya harus berhati-hati dengan juntaian pohon rotan yang berduri. Suara-suara binatang hutang yang tidak nampak juga terdengar memecah keheningan. Beberapa kali saya melewati pohon dengan diameter besar yang tumbang karena usia yang menyebabkan bagian bawah pohon keropos dan harus ditebang demi keselamatan. Pepohonan yang besarpun bisa diadopsi dan akan dikasih papan nama pengadopsi dan tanggal dimulainya adopsi. Ada beberapa pilihan jalur treking disini dan pengunjung bisa menyesuaikan dengan kemampuannya.
Pohon yang di adopsi. Foto kredit - Carl Fakaruddin 2014
Menaiki Canopy Bridge

Treking yang cukup melelahkan dan namun terpuaskan setelah sampai dibawah canopy bridge. Perjalanan enam tahun yang tertunda. Nampak tiga buah menara menjulang setinggi 30 meter yang terbuat dari kayu saling silang-menyilang. Untuk mencapai puncak saya harus menaiki tangga setapak demi setapak. Tak lupa saya membeli dua botol aqua dibawah menara untuk menemani saya diatas jembatan. Ada beberapa aturan yang harus dipenuhi dan diperhatikan sebelum menaiki canopy bridge.
Menara Canopy Bridge. Foto kredit - Carl Fakaruddin 2014
Peraturan menaiki canopy bridge. Foto kredit - Carl Fakaruddin 2014
Anak tangga canopy bridge. Foto kredit - Carl Fakaruddin 2014
Diketinggian menara. Foto kredit - Carl Fakaruddin 2014
Lelah menaiki anak tangga tak terasa setelah saya sampai di atas menara. Seteguk air mineral mampu mengobati dahaga. Sejauh mata memandang terbentang daun-daunan dari pehonon hutan hujan tropis. Udara yang segar dan hijaunya pemandangan sangat berbeda dengan suasa yang penuh polusi di Jakarta. Sejenakpun saya menghirup nafas dalam-dalam. Alangkah indahnya alam Indonesia cintaan Tuhan. Kicauan burung Enggang memecah kesunyian pagi itu. Saya harus mengantri sebelum menyeberangi jembatan pertama. Teriakan dan ketakutan tak hanya anak-anak tetapi orang dewasa juga kadang terdengar. Begitu pula ada seorang bapak yang memberikan semangat kepada anaknya menyeberangi canopy bridge ini  dan melepaskan rasa takutnya untuk melatih keberanian.



Tibalah giliran saya melangkahkan kaki setapak demi setapak. Hempusan angin sepoi-sepoi membuat jembatan sedikit bergoyang menggetarkan lutut dan telapak kaki saya. Pegangan tanganpun dikanan dan kiri saya pegang cukup erat. Saya punya fobia terhadap ketinggian dan saya bertekat mengalahkannya. Apalagi dengan memegang kamera sambil memotret merupakan tantangan tersendiri buat saya.




Meskipun sudah banyak hutan hujan tropis di Pulau Kalimantan yang beralih fungsi karena pembalakan liar, pembakaran hutan, pertambangan batubara dan perkebunan kelapa sawit. Saya merasa beruntung masih bisa menikmati secuil hutan hujan tropis di Bangkirai. Semoga kawasan wisata ini tetap terjaga dan semakin banyak orang berminat mengunjungi tempat ini. Tawa, takut, gemetar dan senang itulah rasa yang saya rasakan saat berjalan di canopy bridge ini.


Waktupun cepat berlalu dan sudah saatnya saya kembali ke Balikpapan. Saya memilih trek yang berbeda dengan saat saya berangkat. Setelah dua puluh menit berjalan kaki sampailah saya ke pos wisata Bukit Bangkirai. Disini juga terdapat cottage untuk menginap dan beberapa tempat makan.  Penunjung juga bisa melakukan camping di camping ground. Berhubung cukup lapar saya memesan ayam goreng penyet dan indomie goreng. Dan tentunya untuk membantu perekonomian masyarakat sekitar saya membeli beberapa cinderama di kios dekat tempat makan. Selamat tinggal Bukit Bangkirai semoga tetap lestari.

Tidak ada komentar: